Nelayan sedang mengumpulkan kerang di sebuah sungai di daerah rawa gambut Aceh (Robert Nickelsberg)
sungai mengalami penurunan 50% air dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu dan sekitar 15% dari sungai-sungai itu sudah benar-benar kering (UML 2000). Kekurangan air berdampak langsung pada pertanian seperti pada tahun 1998 ketika lebih dari 5.000 ha lahan pertanian intensif berhenti berproduksi karena kekurangan air (van Beukering et al. 2003).
Pencegah banjir dan tanah longsor Selain pengaturan air dan iklim, hutan berperan mencegah tanah longsor dan banjir, meskipun peran hutan untuk pengendalian banjir tetap menjadi isu perdebatan ilmiah secara terus-menerus (Bradshaw et al. 2007; van Dijk et al. 2009). Deforestasi di Aceh dianggap merupakan penyebab utama peningkatan banjir dan tanah longsor selama tiga tahun terakhir (Sea Defence Consultants 2009; Serambi 2010a).
“Kami sudah merasakan sendiri konsekuensi dari kerusakan lingkungan, seperti tanah longsor, banjir, kebakaran hutan dan sebagainya. Kita harus mendorong suatu bentuk
pembangunan yang ramah lingkungan.” (Presiden Susilo Yudhoyono.)
Banjir banyak terjadi di daerah ini: Sebagai contoh dari Januari hingga September 2010 mencapai 185 kali terjadi banjir di Provinsi Aceh (Serambi 2010a). Parahnya banjir di daerah ini tergambar dari peristiwa banjir di Aceh Tamiang (2006) di mana banjir bandang menyapu areal pertanian, desa dan jalan. Mencapai 69 orang meninggal, 10.323 rumah rusak berat dan 367.752 orang mengungsi dari rumah mereka (BBC 2003). Pada peristiwa banjir lainnya di bulan Desember 2000 sedikitnya 50 orang meninggal di Aceh dan Sumatera Utara dan di Aceh saja 583.000 orang kehilangan tempat tinggal. Kerugian akibat banjir tersebut di provinsi Aceh hampir 90 juta dollar AS (Rp 810 miliar) (Jakarta Post 2000).
Peristiwa tanah longsor besar juga menunjukkan tanda-tanda meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini (Serambi 2010a). Di Aceh, masalah yang paling kritis adalah di lembah Alas bagian tengah. Sejak tahun 1980-an terjadi beberapa kali banjir bandang dan tanah longsor yang serius, sebagian dari peristiwa itu mengambil korban jiwa manusia, dan sebagian besar peristiwa ini ada kaitan dengan penebangan liar berskala besar di daerah dataran rendah yang berdekatan dengan habitat orangutan sumatera. Di awal tahun 1982, 13 orang tewas akibat tanah longsor di lembah Alas sebagai akibat langsung dari pembukaan hutan untuk budidaya di lereng curam (Robertson dan Soetrisno 1982).
Pembakaran untuk pembersihan lahan di Aceh (Perry van Duijnhoven)