Pembangunan jalan Pembangunan infrastruktur transportasi di Sumatra, terutama jalan, dilihat oleh banyak orang di Indonesia sebagai prasyarat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Saroso 2010), tetapi juga salah satu ancaman paling serius terhadap habitat orangutan sumatera dan kemandirian populasi liar yang tersisa. Pembuatan jalan baru membuka akses ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak dapat diakses dan mengarah pada perluasan aktivitas manusia di sepanjang jalan itu. Dengan memfasilitasi pergerakan manusia ke daerah baru, maka jalan itu langsung mengakibatkan kegiatan merusak seperti perburuan, penebangan dan pembukaan lahan untuk pertanian. Hutan mengalami fragmentasi dan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dan karena itu spesies seperti orangutan yang tinggal di
dalam hutan tersebut populasinya menjadi lebih kecil dan lebih kecil lagi sehingga tidak cukup populasinya untuk bertahan dalam jangka panjang.
Penginderaan jarak jauh dan modeling komputer pengembangan jalan di Sumatera Utara dan Aceh memperkuat pengamatan ini, karena mampu memastikan bahwa pembangunan jalan mengarah ke peningkatan besar kehilangan hutan, yang akan diiringi oleh berkurangnya jumlah populasi orangutan (Gaveau et al. 2009). Banyak jalan yang direncanakan merupakan ancaman terhadap hutan di mana orangutan berada, termasuk hutan rawa gambut dan hutan pedalaman di tanah mineral (Peta 9). Sering pula jalan seperti itu melintasi kawasan lindung seperti Taman Nasional Gunung Leuser.